Archive for the ‘Diari’ Category

Catatan Kecil Perkuliahan Kemarin

Dalam kelas Epistemologi Islam Selasa lalu, saya membagi waktu perkuliahan menjadi dua bagian. Pertengahan pertama dialokasikan untuk penjelasan materi, dan pertengahan kedua untuk presentasi tugas para mahasiswa. Kebetulan kali ini tugas yang diberikan kepada mereka adalah membuat 5 poin dari file mp3 (kira2 berdurasi 1.5 jam). File tersebut merupakan rekaman sharing session tentang konsep ilmu dalam Islam.

Maka setelah penjelasan materi usai, saya pilih dua mahasiswa untuk maju kedepan kelas menjelaskan lima poin yang mereka tangkap dari file mp3 tadi. Mereka pun maju, dengan catatan secukupnya ditangan, menjelaskan apa yang mereka fahami dari rekaman tersebut. Setelah mahasiswa kedua selesai memaparkan penjelasannya, salah seorang mahasiswa  sontak bertanya kepada temannya yang berada depan kelas tadi: ‘Mengapa ada banyak orang berilmu, menduduki jabatan tinggi di pemerintahan, memiliki harta berlimpah, tapi masih senang melakukan korupsi & mengkriminalisasi Ulama?’

Dua mahasiswa depan kelas tadi mencoba menjawab, namun temannya yang bertanya tadi tak menunjukkan raut muka senang tanda tak puas dengan jawaban tersebut. Sayapun tergerak untuk membantu memberikan jawaban yang pas. Dengan mempertimbangkan latar belakang pendidikan dan pemahaman epistemologi islam mereka yang bisa dibilang pemula, saya berupaya untuk menjelaskan kepada mereka tentang potensi jawabannya secara sederhana. Saya katakan bahwa ilmu & pendidikan tinggi saja tidak cukup untuk menjamin status akhlak seseorang menjadi baik, terlebih2 di masa ini ketika virus kebingungan akan ilmu (confusion of knowledge) banyak mnjangkiti Umat Muslim. Oleh karena itu, selain ‘ilmu’, seseorang juga harus memerlukan yang namanya ‘hidayah’.

Untuk menjelaskan hubungan ilmu & hidayah, saya menyebut nama seorang saintis, fisikawan terkemuka dunia, Stephen Hawking. Semua orang, beragama maupun tak beragama, tak meragukan kecerdasan Hawking dan otoritas keilmuannya dalam ilmu fisika. Seluruh dunia mengagumi perjalanan hidup, karir akademik dan dan prestasi sejagad saintis ini. Kekaguman mereka tercermin dengan hadirnya film yang menceritakan perjalanan kehidupannya berjudul The Theory of Everything pada tahun 2014 lalu. Namun, satu hal yang perlu dicatat, bahwa setinggi2nya ilmu Hawking dalam disiplin fisika, ia tetaplah seorang yang malang. Malang karena alih2 membawanya pada Tuhan, ilmu itu malah menyeretnya jauh menafikan kewujudan Tuhan.

Kemudian saya pun menceritakan bahawa dulunya disertasi S3 Hawking pernah membuktikan secara matematik bahawa alam semesta yang berada dalam dimensi ruang dan waktu ini  mempunyai permulaan. Apabila alam mempunyai permulaan, berarti ia tidak abadi, yang berarti juga bahwa alam itu diciptakan. Kalau alam diciptakan, berarti ada yang namanya pencipta. Dan penciptanya itu, tidak lain adalah Tuhan. Tapi sayangnya, penemuan disertasi S3 nya itu malah dinafikan dan dianggap falsified oleh hasil penelitian2 berikutnya. Walhasil, diapun semakin jauh dari keyakinan tentang keberadaan Tuhan.

Lebih jauh tentang itu semua, pada hakikatnya ilmu fisika hanyalah ilmu yang beroperasi dalam ranah Alam Syahadah (alam yang kasat mata). Tuhan yang merupakan realitas dalam alam Ghaib, tentu mustahil dijamah dengan ilmu2 yang membahas tentang hal-hal yang berwujud fisik (kasat mata). Dzat Tuhan yang Maha Mulia hanya bisa dijamah lewat Ilmu Metafisik, dan itu berarti Stephen harus mengakui keberadaan realitas hal2 gaib, sebelum dia bisa menerima keberadaan Tuhan, atau sebelum dia bisa ‘menemukan’ Tuhan. Tapi sayang, filsafat Positivist yang menjadi dasar ilmu fisikanya itu, kadung menjadi ‘kacamata’ baginya dalam memandang segala kewujudan yang ada ini. Akibatnya, Tuhan pun hilang dari alam pikiran, dan hidayah pun enggan tuk datang. Akhir sekali, asumsi Hawking tentang ketiadaan Tuhan itu tetap dibawa sampai ujung hidupnya pada 14 Maret 2018, sehari setelah namanya disebut dalam kelas Epistemologi Islam pada 13 Maret 2018.